Pendatang dari Daerah Lain dan Lahirnya Nama Pangean #Part 1

Kepemimpinan datuk lebar dado dan kawan – kawannya menjadikan keadaan kehidupan kelompok penghuni Buit Sangkar Puyuh semakin membaik dan pertumbuhan keluarga serta rasa kebersamaan telah mulai menyentuh individu – individu terutama dikalangan kepala keluarga.
Pada awal abad XIV sepasang suami istri di Toar(daerah bagian Mudik) melahirkan seorang putra. Sang suami meninggal dunia sewaktu putranya berumur 5 bulan. Bayi ini amat sehat dan berparas gagah, tetapi mudah menangis, sehingga sang ibu tak punya banyak waktu untuk kegiatan lain. Jangankan untuk bekerja, waktu untuk makanpun hampir tak terluang. Sampai bayi itu berumur satu tahun dapat dihitung waktu berhenti ia menangis.
Dalam keadaan begini kesibukan sang ibu yang tanpa suami meningkat, dimana peluang untuk mencari nafkah dan usaha untuk menjadikan putranya dapat tenang dan senyum seperti anak orang lain sukar dicapai, sehingga sang ibu memakan nasi sisa yang berserakan sepanjang kaki dinding rumah atau nasi yang terletak dalam mangkok yang termpatnya tak menentu sambil menggendong putranya yang terus menangis dengan suara parau dan tersedu – sedu.
Situasi seperti ini berlangsung lama dan cukup menjadikan sang ibu pusing dan panik. Akhurnya sang ibu mengambil kesimpulan untuk bunuh diri bersama putranya, karena penderitaan dan tekanan batin yang meliputi segala ruang kehidupannya. Tanpa berpirike panjang, anak dalam pangkuannya itu dibawa pergi menuju arah Batang Kuantan yang berada tidak jauh dari rumahnya. Di pinggir sungai ia menoleh kekiri kekanan dan kebetulan tidak ada seorang manusiapun yang tampak. Hari pada waktu itu sore bersafak merah tanda maghrib akan tiba dan siang akan berganti malam. Sang ibu menatap dan mencium muka anaknya yang sedang menangis, seraya berkata dengan suara bergetar dan pelan; “hai anakku belahan hati, lebih baik kita mati terjun kedalam sungai daripada hidup penuh dengan penderitaan, senadainya kita mati berdua tamatlah kesengsaraan kita”.
Air sungai kuantan pada waktu itu pada kedalaman kira – kira 6 meter dari dasar, sedangkan jarak permukaan air sungai dengan permukaan tanah daratan setinggi 13 meter. Dengan keputusan hati yang tidak dapat dipertimbangkan lagi terjunlah sang ibu bersama anaknya disenja itu, tak ada yang menyaksikan kecuali dendang suara jangkrik menyambut malam dibawah cahaya safak merah dari arah barat tempat itu. Allah swt memang bersifat pengasih dan penyayang pada umatnya, maka terjadilah keanehan yang luar biasa. Terjun dari ketinggian 13 meter dengan kedalaman air 6 meter itu tidak membawa malapetaka terhadap diri sang ibu dan anaknya. Sebagaimana yang diuntkapkan dalam buku Tambo Pangean, bahwa sang ibu dan anaknya mendapat lindungan dari yang Maha Kuasa sehingga air yang semula kedalamannya 6 meter berubah menjadi kedalaman setinggi pinggang sang ibu saja. Anak dan Ibu tidak terbenam kecuali hanya sampai kain peambin (kain penggendong) anak. Sedangkan bagian atas hanya basah karena percikan air. Nekat untuk mati bersama tadi tidak terjadi. Dalam keadaan demikian si bayi terus saja menangis dan sang ibu memandang wajah anaknya seraya berkata; “layi hidup juga engkau nak. . .”. Maka putranya itu diberi nama LAYI sedangkan tempat terjunnya itu diberi nama LUBUK LAYI.
Baca selanajutnya : Pendatang dari Daerah Lain dan Lahirnya Nama Pangean #Part 2

Situasi Kehidupan Orang Pangean Dizaman Dahulu

            Kehidupan kelompok yang berdiam di Bukit Sangkar Puyuh pada zaman itu berada dalam kedaan yang sangat tidak menguntungkan bila dibandingkan dengan kebidupan sekarang, dan zaman itu dikenal dengan ZAMAN CANGKUK KELUANG. Dengan perlengkapan fisik yang kurang memadai mereka menghadapi alam linkungan yan gberbahaya, mereka berusaha mempertahankan hidup terhindar dari serangan yang diduga membahayakan diri dan keluarga, baik dalam bentuk serangan binatang buas maupun yang lainnya. Keadaan seperti ini menyebabkan mereka hidup berkelompok. Selain itu kelompok mereka menciptakan berbagai alat perkakas untuk mengatasi kekurangan kebutuhan hidup, seperti :
  • Alat Penangkap ikan
  • Alat penangkap burung
  • Alat pengadaan api
  • Alat pemanjat pohon (singgorik)
  • Dan alat lainnya dalam bentuk sederhana

            Selanjutnya berat pertumbuhan akal dan budaya, kehidupan mereka nampak mulai membaik walaupun masih sangat sederhana, namun lebih cerah dibandingkan dengan kehidupan masa sebelumnya. Kemampuan mempersiapkan makanan untuk hari esok dan lusa telah mulai tumbuh, hal ini terbukti dengan kegiatan usaha menanami pekarangan sekitar kediaman mereka dengan tanaman yang mungkin dapat mereka makan, begitu pula usaha memelihara ternak secara kecil – kecilan.
            Mereka belum mengenal agama karena memang dakwah agama belum sampai kepada mereka, sehingga persoalan halal – haram bagi mereka tidak mempunyai garis pemisah, apalagi kalimat Sorga dan Neraka belum tercantum dalam kamus kegiatan mereka. Program kehidupan mereka hanya mengembangkan keturunan, makan, minum serta terhindar dari bahaya lingkungan. Rasa sosial kemasyarakatan relatif belum mewarnai kehidupan mereka. Mereka masih primitif, usaha kegiatan memberi dan menerima dari dan kepada orang lain hanya bilamana suatu kegiatan mengharuskan untuk memberi /menerima ganti rugi atau jasa seperti kegiatan obat mengobat dan atau memberi/menerima ilmu gaib dan sejenisnya, maka pemberiannya itu hanya ala kadarnya.
            Dari hasil ciptaan tersebut diatas dalam kehidupan sehari – hari mereka telah pandai menggunakan api untuk memasak makanan dan penerangan dimalam hari. Api tersebut didapat dari gesekan dua buah batu yang ditaburi dengan rabuk, kemudian mereka pindahkan kekayu yang kering. Selanjutnya bila keperluan telah terpenuhi, maka kayu tadi ditimbun dengan tanah kecuali bagian yang ada apinya. Pekerjaan seperti ini disebut meunggun. Api yang diunggun ini dapat bertahan lama dan dapat dipergunakan bilamana perlu.
            Sebagai alat penerangan dimalam hari, mereka kumpulkan sejenis getah kayu yang membeku. Getah kayu ini disebut damar. Damar ini kemudian dibalut dengan lembaran daun Lipai (sejenis tumbuhan serabut), ujung balutan dibakar sampai menyala, sedangkan badan balutan dijepitkan pada jepitan khusus untuk standard pada lampu damar yang disebut Ketayo. Apabila nyala lampu damar mulai redup, maka bagian tempat api yang menyala itu dikorek – korek dengan kayu kecil untuk membuang sisa bakar yang mengganggu nyala api, sehingga api kembali menyala seperti semula. Pekerjaan seperti ini disebut menyugi.
            Selain itu mereka juga telah menggunakan alat penangkap ikan seperti : Tingkalak, Luka, Tangguk, Sakok, Garuguah, Lintoban, Rosok, Posok, Sumpirai, dan sebagianya yang masing masing terbuat dari bahan baku dilingkungan mereka sendiri. Alat pembawa ikan pulang kerumah disebut Keruntung, sedangkan alat untuk menghidupkan untuk hari esok disebut Sanggung . selain itu ada alat pembawa yang lebih besar dikenal dengan nama  Panggosir.
                Usaha penangkapan burung dan bunatang lain juga telah menjadi kebiasaan mereka. Mereka membuat Jerat Loting, Apik – apik, Umban, dan sebagainya. Hasil ciptaan mereka dizaman itu ternyata sampai sekarang masih dilanjutkan oleh masyarakat Pangean dewasa ini.
Jerat Musang Sistem tertanam
Musang atau binatang lain yang mengambil makanan dalam kandang jeratan yang siaga, lehernya akan terikat dan tergantung. Alarm (Gonto) akan berbunyi karena goncangan sebagai tanda bahwa ada binatang yang terkena jerat.
Lotengan terbuat dari sebatang bambu dan kandang jerat terbuat dari belahan bambu. Gonto tergantung puncak lotengan.
Tingkalak
Terbuat dari unak rotan untuk menangkap ikan. Menggunakan umpan. Ditaruh setengah terbenam.
Jerat tupai sistem gantung
Tupai ataupun tkus yang melintas diantara dua pohon melalaui langgahan akan terjepit dalam jereatan. Lotengannya terbuat dari batang bambu, bagian bawah berjarak satu meter dari permukaan tanah
Sumpirai
Terbuat dari bambu, rosam, dan rotan. Digunakan untuk menangkap ikan pada air yang mengalir. Terpasang dengan posisi tegak dan sebagian berada diatas permukaan air. Yang tergantung itu adalah keruntung yang terbuat dari bahan rumbai dan rotan, digunakan untuk mengumpulkan ikan dalam keadaan utuh sampai kerumah tempat tinggal.

Catur Tunggal Kepemimpinan Nenek Moyang Orang Pangean Dahulu Kala


            Dizaman Prasejarah Pangean, dilokasi Bukit Sangkar Puyuh ditempati oleh sekelompok manusia dibawah pimpinan 4 orang yaitu :
  1. Datuk Lebar Dado, selaku penangkis gangguan
  2. Datuk Berdarah Putih Selaku pelerai cekak – caran dalam kelompok.
  3. Datuk Sebatang Rusuk,  selaku pimpinan kelompok yang mengerti akan ereng – gendeng dan pedukunan.
  4. Datuk Kayo,  selaku pendamai dan diplomat antar anggota kelompok.

            Mereka inilah nenek moyang orang Pangean, Datuk Lebar Dado sangat perkasa dan berwibawa terhadap kelompok – kelompok penghuni Bukit Sangkar Puyuh serta terpercaya atas kekuatan yang dimilikinya. Beliau sanggup memeras besi menjadi air dan memotong kayu dengan daun tanggannya serta ketangguhan lain yang menakjubkan.
            Ada suatu peristiwa dimana seseorang yang bernama Hantupakburu berbadan besar dan tampan menganggun seorang gadis yang sedang tidur nyenyak dimalam hari. Kejadian itu didengar oleh Datuk Lebar Dado dan beliau langsung menangkapnya, kemudian dilemparkan kearah Bukit Sangkar Puyuh dengan kecepatan tinggi melalui geseran pucuk – pucuk tumbuhan rimba dan jatuh ketanah sejauk 2 penghimbauan (lebih kurang 150 meter) dan pemuda itu langsung tewas yang kemudian dimakamkan ditempat ia tergeletak. Kuburan Hantupakburu tersebut dapat dilihat didaerah kampung Penghijauan Pangean sekitar 150 meter kearah barat dari Koto Tinggi Pangean sekarang.
            Ketangguhan dan keuletan Datuk Lebar Dado ini tersiar kekelompok manusia primitif lainnya yang berada disekitar Gunung Sahilan, Bukit Batabuh dan lain – lain kelompok dizaman itu, sehingga sekelompok manusia dari Minangkabau yang menamakan dirinya Rombongan Minangkabau Nan Sebatang yang pada awalnya memilih Bukit Sangkar Puyuh sebagai tempat yang aman untuk ditempati, terpaksa mencari tempat lain karena takut terhadap ketangguhan Datuk Lebar Dado. Rombongan ini meneruskan perantauannya dengan menghiliri sungai Batang Kuantan, akhirnya mereka mendarat di Keloyang dan menetap tinggal ditempat itu. Mereka inilah yang kita ktenal sebagai Orang Talang Mamak.
            Sekarang mereka telah berkembang dibeberapa tempat, antara lain “
  • Talang Jerinjing
  • Talang Tujuh Tangga
  • Talang Siambul
  • Dan Talang lainnya


            Mereka dipimpin oleh seorang raja dan dibantu oleh beberapa orang Bathin. Raja mereka masih bergelar Datuk Perpatih.

Pengetahuan Orang Pangean Terhadap Negerinya pada Zaman Dahulu #Part 2

            Sesungguhnya Allah SWT yang menciptakan langit, bumi dan segala isinya, dan ciptaan terkahir adalah manusia yang dilengkapi dengan akal, pikiran dan perasaan, kesemuanya itu sebagai senjata atau alat untuk memproses sesuatu dari makhlik yang diciptakan sebelumnya, guna diambil manfaat bagi kepentingan dirinya sendiri sehingga manusia itu dapat menguasai segalanhya dan manusia sebagai raja atau Khalifah dimuka bumi.
            Dengan memanfaatkan akal, pikiran dan perasaan itu, manusia selaku Khalifah telah berusaha memperbaiki cara hidup serta peradaban, maka lahirlah apa yang disebut Budaya.
            Kegiatan alam selain dari manusia merupakan tantangan yang amat berat dan besar terhadap keamanan dan ketentraman kehidupan manusia dimuka bumi, seperti : Angin Taupan, Banjir, Gunung Meletus, Gempa bumi, tanah longsor, Petir, Binatang Buas, dan sebagainya. Kekuatan fisik yang ada pada manusia sangan terbatas, mereka tak akan mampu menaklukkan amukan makhluk diatas dan bahaya yang dahsyat tak mungkin dapat dihindari. Akan tetapi manusia makhluk ciptaan terkahir ini dibekali oleh Khalik dengan senjata yang ampuh, yaitu akal dan pikiran dan dengan dua senjata ini manusia menjadi Insan Ahsani Taqwim. Kekesatriatan dan Keperwiraan hidup tercermin dalam sikap manusia sebagai khalifah dimuka bumi.

            Dengan menggunakan dua senjata tersebut apa yang tadinya dianggap kejam dan berbahaya itu akhirnya berhasil ditaklukkan dan dijadikan sebagia kawan yang setia. Akal dan piikiran membawa manusia kepada ilmu pengetahun dan teknologi yang memegang peranan penting atas keberhasilan manusia dalam setiap sektor kehidupan.

Pengetahuan Orang Pangean Terhadap Negerinya pada Zaman Dahulu #Part 1


            Untuk mengetahui dan menyelidiki semua hal ikhwal manusia dan kehidupannya sebelum adanya sumber tertulis memang sukar. Manusia penghuni Pangean pada zaman itu sedikit meninggalkan kesan, namun generasi penerusnya mencatat apa yang dapat ditulis dalam buku Tambo Nagori Pangean yang populer dengan BUKU KULIK KORE.
            Buku tersebut bertulisan tangan dengan huruf melayu dalam bahasa Melayu Kuno. Dalam buku itu dijelaskan bahwa nama Pangean Lahir pada abad XIV dan pada waktu itu yang mempunyai nama adalah Batang Kuantan, Dusun Seberang dan Bukit Sangkar Puyuh. Sedangkan nama – nama yang ada sekarang adalah hasil dari proses perkembangan selanjutnya.
            Nama – nama dari hasil proses perkembangan sekarang adalah sebagai berikut :


  • Pembatang
  • Padang Kunyit
  • Bungin
  • Palak Karambial
  • Teratak Tengah
  • Teluk Pauh
  • Padang Tanggung
  • Puri
  • Pangan Embacang
  • Tanah Bekali
  • Pulau Deras
  • Tebalai
  • Pulau Kumpai
  • Teratak Enau
  • Pulau Tengah
  • Topian Rajo
  • Koto
  • Ujung Taye
  • Pembatang Moncak
  • Padang Ronge
  • Luar Parit
  • Pasar Baru
  • Penghijauan
  • Sako/Pulau Lowe
  • Seberang Pulau
  • Gelanggang
  • Pauh Angit
  • Pulau Ronge
  • Sekaping
  • Koto Buruak
  • Sukam Tombang
  • Kasang Kayu Batu
  • Lokuk Potai
  • Rawang Binjai
  • Tembalung
  • Bengkudu
  • Dll



            Penyelidikan kisah hal ikhwal manusia dan kehidupannya sebelum ada tulisan disebut Prasejarah.
            Dari mana datangnya asal – usul nama Batang Kuantan, penulis belum sanggup mengungkapkan karena Batang Kuantan itu bukan milik Pangean, tetapi adalah milik bersama dan orang Pangean tinggal terima nama saja. Pencipta nama Batang Kuantan ini tentu akan terungkap pada lembaran sejarah kelompok lain.
            Nama Dusun Seberang menurut Tambo Pangean berasal dari penghuni Dusun tersebut pada zaman dimana mereka hidup dari hasil berburu dan mengumpulkan makanan (primitif). Sedangkan nama Bukit Sangkar Puyuh diambil dari bentuk bukit itu sendiri yaitu bukit yang berbentuk sangkar burung puyuh.
            Diungkapkan dalam Tambo tersebut bahwa bukit itu dilingkari oleh sebagang Manau (sejenis rotan ukuran besar) yang berpangkal dari samping setangkai Cendawan besar melingkari bukit menurut arah jarum jam dan berakhir pada pangkal permulaan tumbuh ditempat cendawan itu berada. Dijelaskan lagi bahwa pada lengkung pusat daun cendawan itu terdapat genangan air, disitu ditemui berbagai rangka / tulang binatang reptil dan kerangka burung. Dalam perkembangan selanjutnya, maka pada tempat itulah dibangun Masjid pertama di Pangean, dan bukit itu diberi nama Bukit Sangkar Puyuh.

Baca selanjutnya : Pengetahuan Orang Pangean Terhadap Negerinya pada Zaman Dahulu Part 2

Lambang Pangean dan Artinya


Keterangan :
Bagian Pokok :
  • Unsur Kebudayaan/Kesenian dilambangkan dengan 2 pedang dan satu perisai
  • Unsur kejayaan dan kebesaran dilambangkan dengan burondo
  • Unsur adat dilambangkan dengan balai adat
  • Unsur keteguhan beragama dilambangkan dengan kubah masjid dan bulan bintang dengan pancarannya
  • Unsur kepemimpinan penghulu nan barompek dengan aturan hukum adan berdasarkan pancasila dilambangkan dengan segi lima diatas empat persegi panjang.

Makna dan Arti Motif
  • Pedang dan Perisai : Lambang kepatrioriatan orang Pangean membela kampun halaman dari ancaman dan gangguan keamanan keamanan baik yang datang dari luar maupun dari dalam.

  • Burondo :Lambang kebesaran kebudayaan dan kesenian Negeri Pangean, juga  melambangkan perpaduan empat persukuan Pangean, persaudaraan dan bersatu dalam kesatuan Republik Indonesia

  • Dua Kaki Payung :Keseimbangan rohani dan jasmani dalam sifat kepemimpinan Nagori yang selalu melindungi rakyat Pangean.

  • Tiga lekukan pada ujung pangkal sayap burondo :Melambangkan bahwa dalam kehidupan masyarakat Pangean berpegang kepada : Adat-Syarak-Kitabullah, yang diungkapkan Adat bersendi Syarak dan Syarak bersendikan Kitabullah, yang berarti pula Talin Bapilin Tigo dan Tigo Tungku Sajorangan.

  • Balai Adat :Melambangkan adanya pertemuann pemuka adat, agama dan pemuka masyarakat lainnya pada tempat tertentu dengan waktu dan acara tertentu pula.

  • Kubah Masjid, Bulan Bintang dan Mata Angin :Berarti bahwa pancaran agama Islam yang dianut oleh Rakyat Pangean


Arti Warna Pada Lambang Pangean
  • Warna Dasar Kuning Berarti Kebesaran, Demokrasi, Musyawarah dan Mufakat
  • Huruf “Pangean” dan mata angin yang berwarna putih Berarti kesucian dan ketaatan menjalankan ajaran syariat Islam
  • Segi empat panjang dan bulan bintang berwarna hitam Berarti ketabahan dan keuletan
  • Burondo dan Balai adat berwarna hijau Berarti kesetiaan terhadap bangsa dan nagori
  • Perisai, pedang, payung, kubah masjid dan garis pinggir segi lima berwarna coklat berarti warisan budaya.

Kata Pengantar Penulis (Cetakan Pertama)

Tidaklah berlebihan rasanya apabila penyusun naskah ini memberanikan diri menulis dan mengungkapkan sesuatu yang terpendam dalam ingatan banyak orang dikampung kelahiran yang kada kala terungkap pada percakapan ditempat – tempat yang tidak direncanakan.
Ungkapan lisan dari suatu yang bernilai sejarah dan bermutu tinggi seharusnya tercatat rapi pada suatu catatan yang aman dan rapi serta terpelihara dengan baik yang pada gilirannya akan dapat dibaca ulang oleh generasi berikutnya, terutama oleh para ilmuan melalui kegiatna survey dan penelitian untuk keperluan karya ilmiah dan sebagainya.
Yang dimaksud dengan suatu yang terpendam diatas yakni suatu yang mungkin dapat mengungkapkan banyak hal mengenai segala yang menyangkut berbagai peristiwa masa lampau dan dimungkinkan banyak manfaat dan pelajaran bagi generasi penerus,seditaknya sebagai perbandingan dalam kehidupan bermasyarakat.
Penyusun merasa sangat khawatir bilamana ketidakpedulian terus berlangsung dan tidak ada usaha serta pudarnya minat untuk mengatasinya, maka terpendamnya akan lebih dalam dan akan lebih sukar diselidiki serta berakhir dengan kehilangan sesuatu yang bernilai tinggi yang semestinya hal ini tidak perlu terjadi.
Dengan lahirnya Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1974 dan Undang – undang Nomor 5 tahun 1979 masing – masing tentang pokok – pokok Pemerintahan Daerah dan Desa, disusul dengan Keputusan Presiden Nomor 28 tentang Peningkatan Fungsi dan Peralihan Lembaga Sosial Desa (LSD) kepada Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) kemudian dilaksanakan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 225 Tahun 1980 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa, dilanjutkan dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1981 tantang Mekanisme Pelaksanaanya, maka Pangean yang dulunya satu wilayah yang dipimpin oleh Penghulu Nan Barompek dengan aturan dan Hukum Adat, kemudian seorang Kepala Negeri selaku pimpinan formal, maka kini telah menjadi 14 Desa yang berdiri sendiri.
Apa yang menjadi kekhawatiran penyusun diatas mungkin akan lebih parah bilamana perhatian dan pengertian serta kesadaran dikalangan pemuka Masyarakat Pangean ikut terpendam, karena peralihan dan perubahan nilai itu menjadi salah satu faktor yang menyebabkan fungsi dan peranan Penghulu Nan Barompek dengan aturan dan hukum adatnya mulai mengabur dan suram. Kekaburan dan kesuraman tidak akan terjadi apabila kita dapat menyesuaikan diri dan segera mencari titik temu dalam rangka usaha mengatasi segala hambatan/rintangan guna dapat dilestarikan.
Oleh karena itu penyusun tergugah dan bertekad dengan segala kemampuan dan data yang ada untuk MEMBANGKITKAN TORE TERENDAM melalui penyusunan naskah/buku ini dengan judul SEJARAH KEBUDAYAAN PANGEAN.
Buku ini kami persembahkan kepada masyarakat Pangean, baik yang berdomisili di Pangean maupun yang berada diluar Pangean.
Kami sadar dan yakin bahwa dalam penyusunan naskah ini masih banyak kekurangan disana – sini, karenanya dengan tangan terbuka dan dengan segala senang hati kami menerima saran dan kritik baik lisan maupun tulisan untuk kesempurnaan buku ini dimasa mendatang.


Pangean, 28 Maret 1990 M
1 Ramadahan 1410 H

Penyusun,
MOHD. SAID

BAB I Pendahuluan

Setiap kelompok manusia dimanapun mereka berada mempunyai sejara tersendiri. Sejarah adalah segala yang menyangkut dengan peristiwa manusia dengan segala kediatannya yang terjadi pada masa lampau, berarti pula kisah mengenai segala yang menyangkut berbagai peristiwa dimasa lalu yang disusun dari hasil penelitian dan pengertian yang terdapat pada sumber – sumber antara lain :
Sumber lisan
Yaitu keterangan langsung dari pelaku atau dari peristiwa pelakunya dan atau keterangan dari saksi – saksi peristiwa sejarah
Sumber tulisan
Yaitu Tambo, Prasasti, Dokumen, Piagam, Naskah, Surat Kabar, dan sebagainya.
Sumber dari hasil budaya lainnya
Yaitu alat – alat/perkakas, senjata, perhiasan, ukiran, patung, gedung, dan sabagainya. Sumber ini memerlukan penelitian yang seksama dan mendalam untuk memperoleh kesimpulan mengenai masa lampau yang telah dialami benda ini. Tenaga peneliti pada bidang ini adalah tenaga yang menguasai ilmu arkeologi atau ilmu kepurbakalaan.
            Tanda – tanda seperti tersebut diatas mempunyai nilai penting sebagai benda peninggalan. Masyarakat yang mengerti arti penting akan nilai dari benda tersebut akan memelihara dan menyimpannya ditempat yang aman (Museum) dan pada gilirannnya akan dapat diperlihatkan pada khalayak ramai dan tidak jarang juga merupakan sumber atau bahan informasi penting bagi para ilmuan yang mendalami bidang Arkeologi, Antropologi, dan Sejarah.
            Kegiatan seperti tersebut diatas masih dan harus terus ditingkatkan serta tidak akan berhenti berkembang dakam upaya untuk mengungkapkan berbagai segi pada masa silam selengkap mungkin.


Berikut ini adalah isi dari BAB I yang terdapat di dalam buku sejarah kebudayaan pangean karangan Moh. Said. Klik untuk membacanya.

  1. Catur tunggal kepemimpinan nenek moyang orang Pangean dahulu kala
  2. Situasi kehidupan orang Pangean dizaman dahulu
B. Pendatang dari daerah lain dan lahirnya nama Pangean
  1. Tragedi muara sawar
C. Perempat suku dan jonji buek
  1. Sumpah sotih
  2. Ikrar Sumpah sotih
  3. Batas Pangean dizaman dahulu



Demografi

Wilayah 

  • Sampai dengan tahun 2001 kecamatan ini masih berstatus sebagai kecamatan pembantu dengan induk kecamatan adalah kecamatan Kuantan Hilir. Meskipun sudah dapat menyelenggarakan pemerintahan secara sendiri akan tetapi mengenai data kecamatan sebagian masih tergabung dengan data kecamatan induk.
  • Ibukota Kecamatan Pangean : Pangean.
  • Luas wilayah : 145,32 km2 atau sekitar 1,9 % dari keseluruhan luas Kabupaten Kuantan Singingi.
  • Wilayah administratif terdiri dari : 14 Desa.

Penduduk

  • Jumlah penduduk Kecamatan Cerenti: 13.165 jiwa dengan kepadatan penduduk rata-rata 90,58 jiwa/km2 (Statistik Tahun 2000).
  • Klasifikasi menurut jenis kelamin: jumlah penduduk laki-laki (6.678) dan perempuan (6.487).
  • Klasifikasi menurut rumah tangga: jumlah rumah tangga (3.150) atau 4,18 jiwa/rumah tangga.
  • Klasifikasi menurut kewarganegaraan: WNI 13.165 jiwa atau 100%.

Kondisi Geografis
  • Curah Hujan: > 1500 mm/tahun
  • Kemiringan Lereng: 0 – 45 derjat.
  • Ketinggian tanah 25-30 meter diatas permukaan air laut.
  • Aspek Geologi Tata Lingkungan dan Aspek Hidrogeologi : sesuai dengan kecamatan induk  Kuantan Hilir.

Potensi Kecamatan

  • Pertanian: data bergabung dengan kecamatan induk Kuantan Hilir.
  • Perikanan: data bergabung dengan kecamatan induk Kuantan Hilir.
  • Perkebunan: data bergabung dengan kecamatan induk Kuantan Hilir.
  • Kehutanan: data bergabung dengan kecamatan induk Kuantan Hilir.
  • Pertambangan : data bergabung dengan kecamatan induk Kuantan Hilir.

Sarana Sosial/Kemasyarakatan

  • Sarana Pendidikan: SDN (18).
  • Jumlah Guru : SDN (119).
  • Jumlah  murid : SD (2.047).
  • Sarana Ibadah: Mesjid (14), Mushalla (95).
  • Sarana Kesehatan: data bergabung dengan kecamatan induk Kuantan Hilir.
  • Tenaga Medis: data bergabung dengan kecamatan induk Kuantan Hilir.
  • Sarana Pasar/perbelanjaan: Pasar Baru Pangean (jumat).

Selayang Pandang Pangean

Pangean adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Kuantan SingingiRiauIndonesia. Kecamatan ini dikenal dengan tradisi pacu jalur batang kuantan yang telah menjadi even pada kalender pariwisata nasional.
Pangean adalah suatu kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau. Pada awal era otonomi daerah, Pangean merupakan sebuah kecamatan hasil pemekaran dari Kecamatan Kuantan Hilir. Seiring dengan perkembangan zaman dan perjalanan waktu Pangean menjadi kecamatan dianggap layak untuk menjadi sebuah kecamatan yang definitif dan berhak menyelenggarakan pemerintahannya sendiri.
Satu hal yang tak bisa dipisahkan dengan Pangean adalah "Silat Pangean". Silat pangean merupakan sebuah seni bela diri yang lahir dan dipopulerkan secara turun temurun oleh guru-guru besar silat pangean (yang biasa dikenal dengan Induak Barompek) zaman dahulu, seni beladiri yang dikenal dengan gerakannya yang lembut dan gemulai namun menyimpan akibat yang mematikan ini telah tersohor keseantero pelosok negeri baik di dalam maupun di luar Provinsi Riau. Hal ini menjadikan silat pangean menjadi sebuah seni beladiri yang sangat diminati untuk dipelajari oleh pemuda-pemuda yang berasal dari Pangean itu sendiri maupun yang berasal dari luar Pangean. Sebelum mendapatkan pelajaran pertama dari seni bela diri silat pangean ini terlebih dahulu calon murid harus mengikuti suatu seremoni yang biasa dikenal dengan "Maracik Limau". Secara umum silat pangean dapat dikelompokkan atas 1. Silek Tangan (silat tangan kosong) 2. Silek Podang (silat dengan menggunakan senjata pedang) 3. Silek Parisai (silat yang menggunakan senjata pedang dan perisai)
Disamping itu Pangean juga dikenal dengan makanan tradisionalnya yang mengundang selera. Sebut saja Lopek luo dan Lopek jantan (semacam nagasari), Puluik kucuang (ketan yang dibungkus dengan daun pisang), Lomang (ketan yang dimasak di dalam bambu), plus Cangkuak durian (durian yang diasamkan), Puti Mandi, dan Sarang Panyongek.

Sering Dibaca

Komentar

Arsip